PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Kalimat mencangkul langit Saya yakin adalah salah satu kalimat yang cukup asing dan unik, bisa jadi itu adalah sebuah kalimat yang baru saja didengar oleh para pembaca. Jika kalimatnya mencangkul sawah, mencangkul kebun dan sebagainya semua orang pasti sudah tahu maksudnya dan pasti pernah mengalaminya. Ide judul buku mencangkul langit ini mempunyai histori dan pengalaman kehidupan yang saya alami sendiri. Setiap di pagi hari saya bersama para santri Pesantren pertanian at-taqwa Hidayatullah Bandung Barat, mempunyai rutinitas dari jam 08:00 pagi sampai jam 10.00 pagi mencangkul bersama. Pada suatu hari ketika sedang menikmati proses mencangkul, tiba-tiba kepala menatap ke atas langit  dengan penuh penghayatan dan perenungan tentang hakikat kehidupan. Lalu tiba-tiba muncullah ide ingin menulis buku dengan judul mencangkul langit. 
Secara zahiriyah memang betul yang kita cangkul adalah bumi, baik itu sawah ataupun kebun, karena bumi sebagai simbol bentuk tempat ikhtiar semua manusia, dan langit adalah simbol sumber keberkahan keberkahan dari Allah, yang akan saya paparkan di pembahasan nanti secara detail di buku ini. Membahas terkait mencangkul langit, tentu ada keyboard dasar yang akan dikupas tuntas dalam buku ini. Yaitu manusia sebagai subjek, cangkul sebagai alat, dan langit sebagai objeknya. 
Mencangkul langit ini tidak sebatas membahas makna zahiriyah semata, seperti umumnya para petani yang mencangkul. Mencangkul di sini mengandung sebuah filosofi kehidupan yang sangat penting. Perlu kita ketahui bersama bahwa cangkul atau pacul ini adalah sebuah alat yang dipopulerkan oleh salah satu wali Allah bernama sunan Kalijaga. Di mana setiap komponen yang ada pada cangkul ini mengandung filosofi dan makna spiritual kehidupan manusia. 

Komentar

Postingan Populer